Aku
melangkah menuruni tangga kayu yang mulai terkoyak catnya,menatap seorang ibu
yang menggedong anak nya sambil tersenyum,aku menghela nafasku,rasa dingin di
dadaku datang lagi,aku melangkah melewati kebahagian itu,pergi kejalan
ramai,dimana aku merasa tidak sedirian.
Aku senang melihat wanita itu,tapi demi
tuhan membenci masa lalu ku ketika bersama wanita yang punya anak seperti
nya.aku mengingatnya dengan saat jelas,saat saat paling membahagiakan bagi ku
hanya tentang,ranjang,serai putih kusam yang bau dan pelukan ibuku yang bau
bawang putih dan cengkeh.
Ia menceritakan dongeng dongeng menakutkan
yang kadang membuat ku menjerit,lalu ketika aku menjerit sekuat tenaga yang membentakku,menekan
pipiku dengan tangan kirinya,melotot dan kadang menamparku.
Ia menceritakan banyak dongeng seperti ibu
ibu di rumah hangat mereka,tapi dengan cerita yang berbeda,ibu ku gila dan aku tau
ketika melihat matanya.
Suatu malam ia membacakan cerita Cinderella nya,terkekeh setiap kali melihat ku
ketakutan,dengan desahan dan bisikan di telingaku,ia membuat ku selalu
tersiksa.
Ia bercerita bahwa ibu tiri Cinderella
memotong kaki anak nya agar kaki itu muat di sepatu emas yang di bawa pengeran.
“kau tau
ellin…darah mengaliri sepatu emas itu”.
Ia berbisik ditelingaku,lalu terkekeh sambil
memegangi perut,sementara aku berusaha setengah mati tidak membaut nya marah dengan
tidak berteriak.
“tapi
ellin,yang mana menurutmu yang paling menarik”.
Ia diam,aku melihat matanya yan kosong mulai
menggila.
“aku suka
ibu tiri yang jahat itu memakai sepatu yang dipanaskan sambil menari hingga
mati”.
Ia menatap mataku,matanya yang tajam mengerjap,bibirnya
tersenyum miring,aku merinding.sesungguhnya ibu ku sudah menceritakan setiap
dongeng nya berulang kali dan ia mulai meracau,bukan ibu tiri cinderela tapi
ratu dalam snow white yang harus mengalami hal seperti itu,aku ingin
bicara,tapi menatap wajahnya saja aku takut sekali.
“bagaimana
jika,kau memakai sepatu seperti itu”.
Bibir ku bergetar,lalu yang terjadi setelah
itu adalah sebagian dari penyiksaan nya untukku,rasa sayang nya yang salah,ia
benar benar membakar sepatu karet sekolah ku,membenamkan nya ketungku musim
dingin,aku menangis didepan tungku itu,menahan suara di bibirku,ia menyeretku
agar duduk di sofa,lalu menaruh sepatu karet yang meleleh itu di atas kakiku.
Aku berteriak kesakitan,semua kulit kakiku di
tetesi karet yang meleleh,tapi semakin aku menangis,berteriak atau memohon,maka
semakin suka dia melakukan hal yang menyakitiku.
Malam itu,hujan turun,ibuku tertidur di sofa
tempat dia menyeretku dan memaksaku duduk disana,sementara aku terisak
membersihkan kaki ku yang berdarah dan terkelupas kulitnya,aku menggigit bibir
ku agar rasa sakit itu bisa ku rasakan sendirian,tanpa mengganggu tidur
damainya.
…………..
Di malam yang lain,malam dingin di
bulan agustus,ia masuk kekamarku,berbaring disampingku dengan mata yang kosong
lalu mulai menceritakan sebuah dongeng.
Ia menceritakan Sleeping Beauty nya yang
malang,matanya berkaca sejak di kata pertama,dengan lembut membelai rambutku
dan tersenyum samar dengan mata yang layu.
Ia bilang beauty tertidur karna jarinya
terkena jarum jahitnya,lalu seorang pangeran datang dan
memperkosanya,melakukanya berulang kali,sampai beauty mengandung anak
mereka,ketika anak itu lahir,ia kelaparan lalu mengecup jari ibunya,hingga
melepas jarum yang membuat beauty tertidur.
Lalu sebelum cerita itu selesai,ia
mengecup keningku,membelai rambut ku dan menghilang di balik pintu sambil
membiarkan air matanya jatuh dalam diam.
Aku tidak suka dongeng yang dia
ceritakan,tapi aku suka rasa sayang nya saat menceritakan satu dongeng
itu,bertahun tahun kemudiam aku baru tau,bahwa ia menceritakan dirinya
sendiri,beauty tidak pernah di bawa keistana,tapi terbangun dalam traumatis.
Beauty ku yang malang.
…………..
Aku duduk di halte bus,menunggu bersama
anak anak remaja yang sibuk membicarakan sesuatu,aku terpojok disudut bangku,aku
benci hal seperti ini,demi tuhan aku ingin membunuh anak anak itu,aku menelan
ludahku yang terasa hambar lalu memejamkan mataku,cara ini selalu manjur saat
aku depresi dan hampir gila.
Di masa lalu,aku lagi lagi mengingat semua
itu dengan jelas,ketika anak anak kecil kurang ajar itu terus bertanya
padaku,dimana ayah ku,di mana ibuku,karena setiap hari aku pergi kesekolah sendirian,baju
kusut ku yang bau dan kusam selalu mereka tertawakan,tapi aku tau apa yang benar
benar membuat mereka terhibur, sepatu yang dibakar ibuku,lalu aku harus memakai
sepatu kebesaran yang entah milik siapa yang di berikan seseorang padaku.
Pertanyaan pertanyaan itu yang mengalir di
nadiku,aku mengingatnya terlalu jelas hingga tak pernah samar sampai kapanpun,pertanyaan
yang tiba tiba datang dan harus berakhir dengan jawaban orang lain.
Bus datang.aku tegak duduk di samping
kaca,menatap hujan yang turun perlahan,seseorang disamping ku tidak sengaja tergores
sisi besi yang terbuka di pegangan bus,aku melihat goresan sepanjang sepuluh
senti di kulitnya,memutih kehilangan kulitnya dan mengilang bersama darah yang
mulai mengalir di tangannya,aku menghela nafasku,orang itu tidak mendesah takut
apa lagi menangis,ia hanya terkejut dan mengatakan bahwa itu perih,seseorang memberikannya
kain untuk menutupi darah yag mulai menetes ke lantai bus,aku tidak suka wanita
itu.
Aku turun di halte bus
berikutnya,menyelipkan pisau sepuluh sentimeter kepinggangku lalu menutupnya
dengan jaket hitam ku yang harum bunga mawar samar,masuk melewati gang gang
kecil yang hangat dan lembab di sekitar kawasan kumur yang bau sampah.
Aku mengetuk pintu rumah salah satu gubuk di
sana,mencium bau yang entah apa bercampur ketika pintu terbuka,aku masuk dan
duduk di bangku kecil,mengamati barang barang yang berhamburan dan res yang
mencoba menjelaskan sesuatu padaku.tentang rumahnya,tapi aku tidak
perduli.beberapa detik ia diam lalu mulai bicara,enta apa,aku tidak mengerti.
“ada apa
lagi dengan mu crise”.
Sekali lagi aku tidak perduli.
“kau mendapatkannya”.
Ia mengangguk,lalu menyerahkan pisau cantik
dengan ukiran meliuk liuk di pegangannya,aku tersenyum,senang sekali,rasanya
darah itu sudah bisa ku cium,setelah menjatuhkan berlembar lembar uang diatas
meja nya yang hampir ruboh,aku melangkah pergi,mencari sesuatu.
ngomong ngomong darah seperti apa yang
menyenangkan untuk disentuh?.
……………….
Saat aku keluar dari gang sempit
itu,langsung ku temukan seeorang yang akan sangat mudah memberikan darahnya ke
tubuhku,ia melangkah mendekat,bau wine murahan
bercampur di mulutnya ketika bicara,di kepalanya,aku melihat kebodohan
bergumpal,menyumbat fikirannya.
“kau
puaya teman,nona”.
Aku melihat denyutan nadi di leher
nya,tanpa ku sadari aku hampir akan menerkam nya.
“kau
punaya seseorang untuk tidur dengan mu”.
Ia mendekat,menggenggam tangan ku dengan
tubuhnya yang tergopoh gopoh mabuk.
“kau mau
jadi orang itu”.
Ia terkekeh,lebih mendekat,hembusan nafasnya
benar benar memuakan,tapi aku tidak bisa menorehkan pisau itu ke wajah
tampannya sekarang,terlalu banyak sorotan lampu disini.
Aku menarik tangan nya yang hangat,desiran
itu datang lagi,aku merasa dadaku meboncah,aku hampir gila.aku menyeretnya memasuki
bar yang ribut,ooh…aku benar benar menyukainya,apayang harus aku lakukan
sekarang.
“bagaimana
caramu memulainya”.
Ia mulai meraba tubuhku ketika kami masuk
kekamar kecil disamping bar.
“kau mau
memulainya dari mana”.
Wajahnya mulai memerah,aku tau apa yang dia
inginkan,tapi sayang aku tidak menginginkan apa yang dia inginkan.ia
mendekat,aku tetap berada di tempatku,menunggunya melakukan apa yang dia inginkan,ia
mendekat lagi dan saat itu entah bagaimana,aku merasa dia sendiri yang melukai
tubuhnya,aku hanya menaruh pisau itu menghadapnya lalu dia sendiri yang datang
menusukan tubuhnya ke pisau itu,apa salah ku.
Ia dapat melihat senyuman ku,itu
memastikan bahwa sekarang dia belum mati,aku menghempaskan tubuhnya keranjang
seprai putih yang mulai merah,berbaring disampingnya sambil perlahan membuka
satu persatu kancing kemejanya.menyenangkan sekali,melihat wajah itu ketakutan
dan bergetar,aku sangat menyukainya,ya tuhan,sangat menyenangkan.
Lalu yang kulihat setelah itu adalah tubuh
putih pucat dengan darah di sisi kiri perutnya,aku tentu tidak bodoh dengan
mebiarkannya bereriak,aku tidak senagaja memasukan semacam racun yang membuat
mulutnya menjadi kaku ke pisau yang dia tusukan sendiri ke kulitnya yang
rapuh,sungguh,aku baik sekali padanya.
Aku mulai meraba tubuh itu,ada denyutan
yang indah sekali disana,hanya sekali gerakan,agar dia tidak merasakan
sakit,aku mencabut pisau yang menancap di perutnya,ia mengerang jika saja racun
itu tidak bekerja,aku menyukainya, karna itu aku tidak ingin dia berteriak,mengerang
atau apapun seperti yang pernah kulakuan di masa lalu.
Aku meraba kulitnya hingga ke leher,aliran
itu terasa di jariku yang berlapis sarung tangan wol yang hangat,membuat
adrenalin ku menggila,perlahan,agar rasa sakit itu terasa lebih menenangkan,aku
menorehkan pisau itu ke perut sebelah kananya,ia meronta tapi tidak akan bisa
lari,racun itu lebih membantu dari pada yang aku fikirkan,ketika hampir sampai
kedadanya,aku merasa ada yang salah dari tulisan dikulit itu,aku tidak menyukai
karya ku sekarang,aku memperhatikan wajahnya yang ingin bicara padaku entah
tentang apa,aku yang baik mendekatkan telingaku ke bibirnya,apa?samar
sekali,aku tidak mendengarnya,dan aku berharap ia mengerti aku bukannya tidak
ingin mendengarkannya.
Ku kikis ukiran ukiran kesalahanku tadi
dari kulit nya,ku ganti dengan sesuatu yang lebih menyenangkan,aku berfikir
sebentar,menatap wajah lelah dan kesakitan itu mulai membeku,apa sebentar
lagi,ini tidak akan menyenangkan karna waktunya akan habis,sementara aku tidak
punya ide.lalu tiba tiba wajah pu yang manis dan warna ya yag hitam datang
kekepalaku,aku yakin laki laki ini akan terbaring dengan tenang,bila wajah pu
ku ukur di tubuhnya,aku meraba tubuh itu lagi,mencari jarak yang tepat,memulainya
dari mata tajam pu,perlahan sekali supaya karya ini terlihat cantik,setidaknya
mereka bisa mengagumi tubuh ini sebelum di belah belah dan di bolak balik,untuk mencari siapa aku.
Tangan ku mulai kaku dan lelah,ketika hanya
tinggal segaris senyum kucing cantikku dan ketika semuanya selesai,aku merasa
benar benar mengenali wajah di kulit itu,wajah pu ku yang cantik.darah akan mengering
dan menyempurnakan bulu hitam pu ku.
Aku terkekeh sebentar,benar benar bahagia,sementara
aku lupa,berapa jam setelah racun itu membuat semua tubuhnya lumpuh dan
jantungnya membeku,ia sudah mulai memucat dan kehilangan darahnya,aku mendekat
ke pipinya yang harum darah,mencium pembuluhnya yang lemah di leher,kubisikan
sesuatu yang selalu ingin kutau,sesuatu yang dulu terus teman teman ku
tanyakan,aku bersumpah jika dia mnjawab dan jujur padaku,aku akan
melepaskannya.
“dimana
ayah dan ibuku,siapa namaku”.sesederhana itu,tapi ia diam membisu.
lalu,sebelum menutup pintu dan
pergi,kulihat mata itu membeku,menatap langit langit ruangan,dan saat aku
menutup pintu,disitulah rasa haus ku akan ketakutan orang lain menghilang,aku
merasa tidak butuh makan seminggu ini.
……………….
Samar,tapi aku melihat matahari menerpa
horden putih porselin yg melayang layang,aku lupa menutupnya lagi,aku meraba kameja
putih kebesaran yang datang sendiri kerumah ini dengan noda darah
berhamburan,entah siapa yang meninggalkannya di mobilku,aku melirik jam yang
berdetak nyaring,jam sepuluh pagi,aku menghela nafasku,merasa persendian ku
bergeser semua,entah apa yang kulakukan di hari sabtu ku kemarin.
Di samping tempat tidur ku,aku melihat sup yang hampir
dingin dan Koran yang aku tau,pasti sengaja diletakan di sampig sup itu,aku
meraihnya,membaca bagian pertamaya,kematian,pisau,lukisan kucing,entah lah.
Tapi aku tersentak menatap gambar
ditubuhnya,ada apa dengan public yang lupa harus ada yang disensor,perlahan aku
merasa jemariku menyentuh tubuh itu di Koran,melihat lukisan yang begitu
kukenali disana,aku tercekat dan loncat dari tempat tidur,menemukan buku diary
ku tergeletak dengan darah ketring di lembarannya,aku menghela nafasku,lalu
bertanya,apa yang kulakukan tadi malam.
Di kegugupanku,pu hitam ku datang,saat
ia meloncat keranjang ku dan menggeliat di tubuhku,aku sadar bahwa tidak ada
yang mengerti dan dapat ku ingat ,kecuali,tara yang menyiapkan makana dan
selalu membersikah tubuhku,apa saja yang aku lakukan setiap jumat malam,Louis,ren,siapa
namanya sebenarnya,dan pu ku yag manis,juga pekerjaan tetap ku,lalu siapa nama
ku sekarang,aku kembali melupakannya.karna selain mereka bertiga dan kenangan
di masa kecil ku juga beberapa hal lainnya,tidak ada yag dapat ku
ingat,termasuk siapa diriku.
saat aku menatap Koran itu lagi,rasa haus
datang lagi,aku merasa semua bayaran dari lukisan lukisan ku di kanvas tidaka
kan lebih mahal dari rasa senangku ketika melukis di kulit seseorang.
Sekali lagi aku bertanya.aku berjanji hanya
beberapa pertanyaan,jawab dengan jujur,ku mohon.
“siapa
namaku”.
“dimana
ibuku”.
“dimana
ayahku dan…”.
“darah
seperti apa yang menyenangkan untuk disentuh?”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar