Total Tayangan Halaman

Senin, 20 Juni 2016

Truth or death



      Aku melangkah menuruni tangga kayu yang mulai terkoyak catnya,menatap seorang ibu yang menggedong anak nya sambil tersenyum,aku menghela nafasku,rasa dingin di dadaku datang lagi,aku melangkah melewati kebahagian itu,pergi kejalan ramai,dimana aku merasa tidak sedirian.
        Aku senang melihat wanita itu,tapi demi tuhan membenci masa lalu ku ketika bersama wanita yang punya anak seperti nya.aku mengingatnya dengan saat jelas,saat saat paling membahagiakan bagi ku hanya tentang,ranjang,serai putih kusam yang bau dan pelukan ibuku yang bau bawang putih dan cengkeh.
     Ia menceritakan dongeng dongeng menakutkan yang kadang membuat ku menjerit,lalu ketika aku menjerit sekuat tenaga yang membentakku,menekan pipiku dengan tangan kirinya,melotot dan kadang menamparku.
     Ia menceritakan banyak dongeng seperti ibu ibu di rumah hangat mereka,tapi dengan cerita yang berbeda,ibu ku gila dan aku tau ketika melihat matanya.
      Suatu malam ia membacakan cerita Cinderella nya,terkekeh setiap kali melihat ku ketakutan,dengan desahan dan bisikan di telingaku,ia membuat ku selalu tersiksa.
   Ia bercerita bahwa ibu tiri Cinderella memotong kaki anak nya agar kaki itu muat di sepatu emas yang di bawa pengeran.
“kau tau ellin…darah mengaliri sepatu emas itu”.
   Ia berbisik ditelingaku,lalu terkekeh sambil memegangi perut,sementara aku berusaha setengah mati tidak membaut nya marah dengan tidak berteriak.
“tapi ellin,yang mana menurutmu yang paling menarik”.
   Ia diam,aku melihat matanya yan kosong mulai menggila.
“aku suka ibu tiri yang jahat itu memakai sepatu yang dipanaskan sambil menari hingga mati”.
    Ia menatap mataku,matanya yang tajam mengerjap,bibirnya tersenyum miring,aku merinding.sesungguhnya ibu ku sudah menceritakan setiap dongeng nya berulang kali dan ia mulai meracau,bukan ibu tiri cinderela tapi ratu dalam snow white yang harus mengalami hal seperti itu,aku ingin bicara,tapi menatap wajahnya saja aku takut sekali.
“bagaimana jika,kau memakai sepatu seperti itu”.
    Bibir ku bergetar,lalu yang terjadi setelah itu adalah sebagian dari penyiksaan nya untukku,rasa sayang nya yang salah,ia benar benar membakar sepatu karet sekolah ku,membenamkan nya ketungku musim dingin,aku menangis didepan tungku itu,menahan suara di bibirku,ia menyeretku agar duduk di sofa,lalu menaruh sepatu karet yang meleleh itu di atas kakiku.
  Aku berteriak kesakitan,semua kulit kakiku di tetesi karet yang meleleh,tapi semakin aku menangis,berteriak atau memohon,maka semakin suka dia melakukan hal yang menyakitiku.
   Malam itu,hujan turun,ibuku tertidur di sofa tempat dia menyeretku dan memaksaku duduk disana,sementara aku terisak membersihkan kaki ku yang berdarah dan terkelupas kulitnya,aku menggigit bibir ku agar rasa sakit itu bisa ku rasakan sendirian,tanpa mengganggu tidur damainya.
…………..
         Di malam yang lain,malam dingin di bulan agustus,ia masuk kekamarku,berbaring disampingku dengan mata yang kosong lalu mulai menceritakan sebuah dongeng.
    Ia menceritakan Sleeping Beauty nya yang malang,matanya berkaca sejak di kata pertama,dengan lembut membelai rambutku dan tersenyum samar dengan mata yang layu.
      Ia bilang beauty tertidur karna jarinya terkena jarum jahitnya,lalu seorang pangeran datang dan memperkosanya,melakukanya berulang kali,sampai beauty mengandung anak mereka,ketika anak itu lahir,ia kelaparan lalu mengecup jari ibunya,hingga melepas jarum yang membuat beauty tertidur.
        Lalu sebelum cerita itu selesai,ia mengecup keningku,membelai rambut ku dan menghilang di balik pintu sambil membiarkan air matanya jatuh dalam diam.
      Aku tidak suka dongeng yang dia ceritakan,tapi aku suka rasa sayang nya saat menceritakan satu dongeng itu,bertahun tahun kemudiam aku baru tau,bahwa ia menceritakan dirinya sendiri,beauty tidak pernah di bawa keistana,tapi terbangun dalam traumatis.
      Beauty ku yang malang.
…………..
        Aku duduk di halte bus,menunggu bersama anak anak remaja yang sibuk membicarakan sesuatu,aku terpojok disudut bangku,aku benci hal seperti ini,demi tuhan aku ingin membunuh anak anak itu,aku menelan ludahku yang terasa hambar lalu memejamkan mataku,cara ini selalu manjur saat aku depresi dan hampir gila.
       Di masa lalu,aku lagi lagi mengingat semua itu dengan jelas,ketika anak anak kecil kurang ajar itu terus bertanya padaku,dimana ayah ku,di mana ibuku,karena setiap hari aku pergi kesekolah sendirian,baju kusut ku yang bau dan kusam selalu mereka tertawakan,tapi aku tau apa yang benar benar membuat mereka terhibur, sepatu yang dibakar ibuku,lalu aku harus memakai sepatu kebesaran yang entah milik siapa yang di berikan seseorang padaku.
     Pertanyaan pertanyaan itu yang mengalir di nadiku,aku mengingatnya terlalu jelas hingga tak pernah samar sampai kapanpun,pertanyaan yang tiba tiba datang dan harus berakhir dengan jawaban orang lain.
     Bus datang.aku tegak duduk di samping kaca,menatap hujan yang turun perlahan,seseorang disamping ku tidak sengaja tergores sisi besi yang terbuka di pegangan bus,aku melihat goresan sepanjang sepuluh senti di kulitnya,memutih kehilangan kulitnya dan mengilang bersama darah yang mulai mengalir di tangannya,aku menghela nafasku,orang itu tidak mendesah takut apa lagi menangis,ia hanya terkejut dan mengatakan bahwa itu perih,seseorang memberikannya kain untuk menutupi darah yag mulai menetes ke lantai bus,aku tidak suka wanita itu.
        Aku turun di halte bus berikutnya,menyelipkan pisau sepuluh sentimeter kepinggangku lalu menutupnya dengan jaket hitam ku yang harum bunga mawar samar,masuk melewati gang gang kecil yang hangat dan lembab di sekitar kawasan kumur yang bau sampah.
   Aku mengetuk pintu rumah salah satu gubuk di sana,mencium bau yang entah apa bercampur ketika pintu terbuka,aku masuk dan duduk di bangku kecil,mengamati barang barang yang berhamburan dan res yang mencoba menjelaskan sesuatu padaku.tentang rumahnya,tapi aku tidak perduli.beberapa detik ia diam lalu mulai bicara,enta apa,aku tidak mengerti.
“ada apa lagi dengan mu crise”.
   Sekali lagi aku tidak perduli.
“kau mendapatkannya”.
    Ia mengangguk,lalu menyerahkan pisau cantik dengan ukiran meliuk liuk di pegangannya,aku tersenyum,senang sekali,rasanya darah itu sudah bisa ku cium,setelah menjatuhkan berlembar lembar uang diatas meja nya yang hampir ruboh,aku melangkah pergi,mencari sesuatu.
      ngomong ngomong darah seperti apa yang menyenangkan untuk disentuh?.
……………….
      Saat aku keluar dari gang sempit itu,langsung ku temukan seeorang yang akan sangat mudah memberikan darahnya ke tubuhku,ia melangkah mendekat,bau wine murahan  bercampur di mulutnya ketika bicara,di kepalanya,aku melihat kebodohan bergumpal,menyumbat fikirannya.
“kau puaya teman,nona”.
     Aku melihat denyutan nadi di leher nya,tanpa ku sadari aku hampir akan menerkam nya.
“kau punaya seseorang untuk tidur dengan mu”.
   Ia mendekat,menggenggam tangan ku dengan tubuhnya yang tergopoh gopoh mabuk.
“kau mau jadi orang itu”.
     Ia terkekeh,lebih mendekat,hembusan nafasnya benar benar memuakan,tapi aku tidak bisa menorehkan pisau itu ke wajah tampannya sekarang,terlalu banyak sorotan lampu disini.
  Aku menarik tangan nya yang hangat,desiran itu datang lagi,aku merasa dadaku meboncah,aku hampir gila.aku menyeretnya memasuki bar yang ribut,ooh…aku benar benar menyukainya,apayang harus aku lakukan sekarang.
“bagaimana caramu memulainya”.
      Ia mulai meraba tubuhku ketika kami masuk kekamar kecil disamping bar.
“kau mau memulainya dari mana”.
    Wajahnya mulai memerah,aku tau apa yang dia inginkan,tapi sayang aku tidak menginginkan apa yang dia inginkan.ia mendekat,aku tetap berada di tempatku,menunggunya melakukan apa yang dia inginkan,ia mendekat lagi dan saat itu entah bagaimana,aku merasa dia sendiri yang melukai tubuhnya,aku hanya menaruh pisau itu menghadapnya lalu dia sendiri yang datang menusukan tubuhnya ke pisau itu,apa salah ku.
     Ia dapat melihat senyuman ku,itu memastikan bahwa sekarang dia belum mati,aku menghempaskan tubuhnya keranjang seprai putih yang mulai merah,berbaring disampingnya sambil perlahan membuka satu persatu kancing kemejanya.menyenangkan sekali,melihat wajah itu ketakutan dan bergetar,aku sangat menyukainya,ya tuhan,sangat menyenangkan.
     Lalu yang kulihat setelah itu adalah tubuh putih pucat dengan darah di sisi kiri perutnya,aku tentu tidak bodoh dengan mebiarkannya bereriak,aku tidak senagaja memasukan semacam racun yang membuat mulutnya menjadi kaku ke pisau yang dia tusukan sendiri ke kulitnya yang rapuh,sungguh,aku baik sekali padanya.  
    Aku mulai meraba tubuh itu,ada denyutan yang indah sekali disana,hanya sekali gerakan,agar dia tidak merasakan sakit,aku mencabut pisau yang menancap di perutnya,ia mengerang jika saja racun itu tidak bekerja,aku menyukainya, karna itu aku tidak ingin dia berteriak,mengerang atau apapun seperti yang pernah kulakuan di masa lalu.
      Aku meraba kulitnya hingga ke leher,aliran itu terasa di jariku yang berlapis sarung tangan wol yang hangat,membuat adrenalin ku menggila,perlahan,agar rasa sakit itu terasa lebih menenangkan,aku menorehkan pisau itu ke perut sebelah kananya,ia meronta tapi tidak akan bisa lari,racun itu lebih membantu dari pada yang aku fikirkan,ketika hampir sampai kedadanya,aku merasa ada yang salah dari tulisan dikulit itu,aku tidak menyukai karya ku sekarang,aku memperhatikan wajahnya yang ingin bicara padaku entah tentang apa,aku yang baik mendekatkan telingaku ke bibirnya,apa?samar sekali,aku tidak mendengarnya,dan aku berharap ia mengerti aku bukannya tidak ingin mendengarkannya.
        Ku kikis ukiran ukiran kesalahanku tadi dari kulit nya,ku ganti dengan sesuatu yang lebih menyenangkan,aku berfikir sebentar,menatap wajah lelah dan kesakitan itu mulai membeku,apa sebentar lagi,ini tidak akan menyenangkan karna waktunya akan habis,sementara aku tidak punya ide.lalu tiba tiba wajah pu yang manis dan warna ya yag hitam datang kekepalaku,aku yakin laki laki ini akan terbaring dengan tenang,bila wajah pu ku ukur di tubuhnya,aku meraba tubuh itu lagi,mencari jarak yang tepat,memulainya dari mata tajam pu,perlahan sekali supaya karya ini terlihat cantik,setidaknya mereka bisa mengagumi tubuh ini sebelum di belah belah dan di bolak  balik,untuk mencari siapa aku.
   Tangan ku mulai kaku dan lelah,ketika hanya tinggal segaris senyum kucing cantikku dan ketika semuanya selesai,aku merasa benar benar mengenali wajah di kulit itu,wajah pu ku yang cantik.darah akan mengering dan menyempurnakan bulu hitam pu ku.
    Aku terkekeh sebentar,benar benar bahagia,sementara aku lupa,berapa jam setelah racun itu membuat semua tubuhnya lumpuh dan jantungnya membeku,ia sudah mulai memucat dan kehilangan darahnya,aku mendekat ke pipinya yang harum darah,mencium pembuluhnya yang lemah di leher,kubisikan sesuatu yang selalu ingin kutau,sesuatu yang dulu terus teman teman ku tanyakan,aku bersumpah jika dia mnjawab dan jujur padaku,aku akan melepaskannya.
“dimana ayah dan ibuku,siapa namaku”.sesederhana itu,tapi ia diam membisu.
      lalu,sebelum menutup pintu dan pergi,kulihat mata itu membeku,menatap langit langit ruangan,dan saat aku menutup pintu,disitulah rasa haus ku akan ketakutan orang lain menghilang,aku merasa tidak butuh makan seminggu ini.
……………….
        Samar,tapi aku melihat matahari menerpa horden putih porselin yg melayang layang,aku lupa menutupnya lagi,aku meraba kameja putih kebesaran yang datang sendiri kerumah ini dengan noda darah berhamburan,entah siapa yang meninggalkannya di mobilku,aku melirik jam yang berdetak nyaring,jam sepuluh pagi,aku menghela nafasku,merasa persendian ku bergeser semua,entah apa yang kulakukan di hari sabtu ku kemarin.
   Di samping  tempat tidur ku,aku melihat sup yang hampir dingin dan Koran yang aku tau,pasti sengaja diletakan di sampig sup itu,aku meraihnya,membaca bagian pertamaya,kematian,pisau,lukisan kucing,entah lah.
   Tapi aku tersentak menatap gambar ditubuhnya,ada apa dengan public yang lupa harus ada yang disensor,perlahan aku merasa jemariku menyentuh tubuh itu di Koran,melihat lukisan yang begitu kukenali disana,aku tercekat dan loncat dari tempat tidur,menemukan buku diary ku tergeletak dengan darah ketring di lembarannya,aku menghela nafasku,lalu bertanya,apa yang kulakukan tadi malam.
       Di kegugupanku,pu hitam ku datang,saat ia meloncat keranjang ku dan menggeliat di tubuhku,aku sadar bahwa tidak ada yang mengerti dan dapat ku ingat ,kecuali,tara yang menyiapkan makana dan selalu membersikah tubuhku,apa saja yang aku lakukan setiap jumat malam,Louis,ren,siapa namanya sebenarnya,dan pu ku yag manis,juga pekerjaan tetap ku,lalu siapa nama ku sekarang,aku kembali melupakannya.karna selain mereka bertiga dan kenangan di masa kecil ku juga beberapa hal lainnya,tidak ada yag dapat ku ingat,termasuk siapa diriku.
    saat aku menatap Koran itu lagi,rasa haus datang lagi,aku merasa semua bayaran dari lukisan lukisan ku di kanvas tidaka kan lebih mahal dari rasa senangku ketika melukis di kulit seseorang.
   Sekali lagi aku bertanya.aku berjanji hanya beberapa pertanyaan,jawab dengan jujur,ku mohon.
“siapa namaku”.
“dimana ibuku”.
“dimana ayahku dan…”.
“darah seperti apa yang menyenangkan untuk disentuh?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar